This is featured post 1 title
Replace these every slider sentences with your featured post descriptions.Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these with your own descriptions.
This is featured post 2 title
Replace these every slider sentences with your featured post descriptions.Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these with your own descriptions.
This is featured post 3 title
Replace these every slider sentences with your featured post descriptions.Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these with your own descriptions.
Jumat, 23 Desember 2011
MAKALAH ILMU SOSIAL DASAR (ISD) BROKEN HOME)
MAKALAH ILMU SOSIAL DASAR
BROKEN HOME
Disusun Oleh :
Nama :
Dea Deriana
NPM : 39410112
Kelas : 2-ID05
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
UNIVERSITAS GUNADARMA
BEKASI
2011
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Pengertian Broken Home
Istilah "broken home"
biasanya digunakan untuk menggambarkan keluarga yang berantakan akibat orang
tua kita tak lagi peduli dengan situasi dan keadaan keluarga di rumah. Orang
tua tidak lagi perhatian terhadap anak-anaknya, baik masalah di rumah, sekolah,
sampai pada perkembangan pergaulan kita dimasyarakat. Namun, broken home bisa
juga diartikan dengan kondisi keluarga yang tidak harmonis dan tidak berjalan
layaknya keluarga yang rukun, damai, dan sejahtera karena sering terjadi
keributan serta perselisihan yang menyebabkan pertengkaran dan berakhir pada
perceraian. Kondisi ini menimbulkan dampak yang sangat besar terutama bagi
anak-anak. Bisa saja anak jadi murung, sedih yang berkepanjangan, dan malu.
Selain itu, anak juga kehilangan pegangan serta panutan dalam masa transisi
menuju kedewasaan.
Broken Home adalah kurangnya
perhatian dari keluarga atau kurangnya kasih sayang dari orang tua sehingga
membuat mental seorang anak menjadi frustasi, brutal dan susah diatur. Broken
home sangat berpengaruh besar pada mental seorang pelajar hal inilah yang
mengakibatkan seorang pelajar tidak mempunyai minat untuk berprestasi. Broken
home juga bisa merusak jiwa anak sehingga dalam sekolah mereka bersikap
seenaknya saja, tidak disiplin di dalam kelas mereka selalu berbuat keonaran
dan kerusuhan hal ini dilakukan karena mereka Cuma ingin cari simpati pada
teman-teman mereka bahkan pada guru-guru mereka. Untuk menyikapi hal semacam
ini kita perlu memberikan perhatian dan pengerahan yang lebih agar mereka sadar
dan mau berprestasi.
1.2 Penyebab
Broken Home
Pada umumnya penyebab utama broken home ini adalah
kesibukkan kedua orang tua dalam mencari nafkah keluarga seperti hal ayah laki
– laki bekerja dan ibu menjadi wanita karier. Hal inilah yang menjadi dasar
seorang tidak memiliki keseimbangan dalam menjalankan aktifitas sehari hari dan
malah sebaliknya akan merugikan anak itu sendiri, dikala pulang sekolah dirumah
tidak ada orang yang bisa diajak berbagi dan berdiskusi, membuat anak mencari
pelampiasan diluar rumah seperti bergaul dengan teman – teman nya yang secara
tidak langsung memberikan efek / pengaruh bagi perkembangan mental anak. Maka dari itu mereka berusaha untuk
mendapatkan perhatian dari orang lain. Tetapi sayang, sebagian dari mereka
melakukan cara yang salah misalnya : mencari perhatian guru dengan bertindak
brutal di dalam kelas, bertindak aneh agar mendapat perhatian orang lain, dll.
Penyebab timbulnya
keluarga yang broken home antara lain:
a. Orang tua yang
bercerai
Perceraian
menunjukkan suatu kenyataan dari kehidupan suami istri yang tidak lagi dijiwai
oleh rasa kasih sayang dasar-dasar perkawinan yang telah terbina bersama telah
goyah dan tidak mampu menompang keutuhan kehidupan keluarga yang harmonis.
Dengan demikian hubungan suami istri antara suami istri tersebut makin lama
makin renggang, masing-masing atau salah satu membuat jarak sedemikian rupa
sehingga komunikasi terputus sama sekali. Hubungan itu menunjukan situas
keterasingan dan keterpisahan yang makin melebar dan menjauh ke dalam dunianya
sendiri. jadi ada pergeseran arti dan fungsi sehingga masing-masing merasa
serba asing tanpa ada rasa kebertautan yang intim lagi.
b. Kebudayaan bisu
dalam keluarga
Kebudayaan
bisu ditandai oleh tidak adanya komunikasi dan dialog antar anggota keluarga.
Problem yang muncul dalam kebudayaan bisu tersebut justru terjadi dalam
komunitas yang saling mengenal dan diikat oleh tali batin. Problem tersebut
tidak akan bertambah berat jika kebudayaan bisu terjadi diantara orang yang
tidak saling mengenal dan dalam situasi yang perjumpaan yang sifatnya sementara
saja. Keluarga yang tanpa dialog dan komunikasi akan menumpukkan rasa frustasi
dan rasa jengkel dalam jiwa anak-anak. Bila orang tua tidak memberikan
kesempatan dialog dan komunikasi dalam arti yang sungguh yaitu bukan basa basi
atau sekedar bicara pada hal-hal yang perlu atau penting saja; anak-anak tidak
mungkin mau mempercayakan masalah-masalahnya dan membuka diri. Mereka lebih
baik berdiam diri saja.
Situasi
kebudayaan bisu ini akan mampu mematikan kehidupan itu sendiri dan pada sisi
yang sama dialog mempunyai peranan yang sangat penting. Kenakalan remaja dapat
berakar pada kurangnya dialog dalam masa kanak-kanak dan masa berikutnya,
karena orangtua terlalu menyibukkan diri sedangkan kebutuhan yang lebih
mendasar yaitu cinta kasih diabaikan. Akibatnya anak menjadi terlantar dalam
kesendirian dan kebisuannya. Ternyata perhatian orangtua dengan memberikan
kesenangan materiil belum mampu menyentuh kemanusiaan anak. Dialog tidak dapat
digantikan kedudukannya dengan benda mahal dan bagus. Menggantikannya berarti
melemparkan anak ke dalam sekumpulan benda mati.
c. Perang dingin
dalam keluarga
Dapat
dikatakan perang dingin adalah lebih berat dari pada kebudayaan bisu. Sebab
dalam perang dingin selain kurang terciptanya dialog juga disisipi oleh rasa
perselisihan dan kebencian dari masing-masing pihak. Awal perang dingin dapat
disebabkan karena suami mau memenangkan pendapat dan pendiriannya sendiri,
sedangkan istri hanya mempertahankan keinginan dan kehendaknya sendiri.
Gambar 1.1. Pertengkaran Orang Tua Didepan Anak
Gambar 1.2. Perang Dingin Dalam Keluarga
BAB II
PERMASALAHAN
2.1. Anak Broken Home
Masa remaja adalah masa yang dimana seorang sedang
mengalami saat kritis sebab ia akan menginjak ke masa dewasa. Remaja berada
dalam masa peralihan. Dalam masa peralihan itu pula remaja sedang mencari
identitasnya. Dalam proses perkembangan yang serba sulit dan masa-masa
membingungkan dirinya, remaja membutuhkan pengertian dan bantuan dari orang
yang dicintai dan dekat dengannya terutama orang tua atau keluarganya. Seperti
yang telah disebutkan diatas bahwa fungsi keluarga adalah memberi pengayoman
sehingga menjamin rasa aman maka dalam masa kritisnya remaja sungguh-sungguh
membutuhkan realisasi fungsi tersebut. Sebab dalam masa yang kritis seseorang
kehilangan pegangan yang memadai dan pedoman hidupnya. Masa kritis diwarnai
oleh konflik-konflik internal, pemikiran kritis, perasaan mudah tersinggung,
cita-cita dan kemauan yang tinggi tetapi sukar ia kerjakan sehingga ia frustasi
dan sebaginya. masalah keluarga yang broken home bukan menjadi masalah baru
tetapi merupakan masalah yang utama dari akar-akar kehidupan seorang anak.
Keluarga merupakan dunia keakraban dan diikat oleh tali batin, sehingga menjadi
bagian yang vital dari kehidupannya.
2.2. Gangguan
kejiwaan pada anak Broken Home
1. Broken Heart : si anak merasakan kepedihan
dan kehancuran hati sehingga memandang hidup ini sia-sia dan mengecewakan.
Kecenderungan ini membentuk si anak tersebut menjadi orang yang krisis kasih
sayang dan biasanya lari kepada yang bersifat keanehan sexual. Misalnya sex
bebas, homo sex, lesbian.
2. Broken Relation : si anak merasa bahwa
tidak ada orang yang perlu di hargai, tidak ada orang yang dapat dipercaya
serta tidak ada orang yang dapat diteladani. Kecenderungan ini membentuk si anak
menjadi orang yang masa bodoh terhadap orang lain, ugal ugalan, cari perhatian,
kasar, egois, dan tidak mendengar nasihat orang lain, cenderung “semau gue”.
3. Broken Values : si anak kehilangan ”nilai
kehidupan” yang benar. Baginya dalam hidup ini tidak ada yang baik, benar, atau
merusak yang ada hanya yang ”menyenangkan” dan yang ”tidak menyenangkan”,
pokoknya apa saja yang menyenangkan saya lakukan, apa yang tidak menyenangkan
tidak saya lakukan.
2.3. Sikap
negatif dalam menghadapi Broken Home
1. Denial: si anak sepertinya tidak menunjukan
reaksi apa apa bahkan cenderung menyangkal : ah memang mereka begitu, tapi ah,
kenapa memang?” mereka tidak tertarik untuk membicarakannya . padahal justru di
saat saat seperti ini ia butuh bimbingan dan kekuatan dari orang lain yang
dapat membimbing dalam kebenaran
2. Shame : si anak dibalik penyangkalannya
merasa begitu malu, akan keberadaan hidupnya. Ditunjukan dengan khayalan
khayalan”seandainya saya memiliki orang tua yang bahagia”.
3. Guilt : si anak merasa kecil hati karena
jangan-jangan keberadaannya juga salah satu penyebab keributan atau perceraian
mereka; atau merasa “koq saya tidak dapat berbuat apa apa sih”.
4. Anger : sebagian anak akan merasa begitu
kesal sebab menurut mereka banyak keributan orang tua yang tidak rasional.
”masa Cuma itu aja diributin tidak dewasa benar sih” .
5. Iini secure : si anak merasa kemana ia
harus lari, keluarga sudah menjadi tempat yang menakutkan, tidak aman dan
damai.
Gambar 2.1. Anak Broken Home
BAB III
PENYELESAIAN MASALAH
3.1. Peran Orang Tua
Dalam mengatasi kenakalan remaja
yang paling dominan adalah dari keluarga yang merupakan lingkungan yang paling
pertama ditemui seorang anak. Di dalam menghadapi kenakalan anak pihak orang
tua kehendaknya dapat mengambil dua sikap bicara yaitu:
1. Sikap atau cara
yang bersifat preventif
Yaitu
perbuatan/tindakan orang tua terhadap anak yang bertujuan untuk menjauhkan si
anak daripada perbuatan buruk atau dari lingkungan pergaulan yang buruk. Dalam
hat sikap yang bersifat preventif, pihak orang tua dapat memberikan atau
mengadakan tindakan sebagai berikut :
a. Menanamkan rasa
disiplin dari ayah terhadap anak.
b. Memberikan
pengawasan dan perlindungan terhadap anak oleh ibu.
c. Pencurahan kasih
sayang dari kedua orang tua terhadap anak.
d. Menjaga agar
tetap terdapat suatu hubungan yang bersifat intim dalam satu ikatan keluarga.
Disamping keempat
hal yang diatas maka hendaknya diadakan pula:
a. Pendidikan agama
untuk meletakkan dasar moral yang baik dan berguna.
b. Penyaluran bakat
si anak ke arab pekerjaan yang berguna dan produktif.
c. Rekreasi yang
sehat sesuai dengan kebutuhan jiwa anak.
d. Pengawasan atas
lingkungan pergaulan anak sebaik-baiknya.
2. Sikap atau cara
yang bersifat represif
Yaitu
pihak orang tua hendaknya ikut serta secara aktif dalam kegiatan sosial yang
bertujuan untuk menanggulangi masalah kenakalan anak seperti menjadi anggota
badan kesejahteraan keluarga dan anak, ikut serta dalam diskusi yang khusus
mengenai masalah kesejahteraan anak-anak. Selain itu pihak orang tua terhadap
anak yang bersangkutan dalam perkara kenakalan hendaknya mengambil sikap
sebagai berikut :
a. Mengadakan
introspeksi sepenuhnya akan kealpaan yang telah diperbuatnya sehingga
menyebabkan anak terjerumus dalam kenakalan.
b. Memahami
sepenuhnya akan latar belakang daripada masalah kenakalan yang menimpa anaknya.
c. Meminta bantuan
para ahli (psikolog atau petugas sosial) di dalam mengawasi perkembangan
kehidupan anak, apabila dipandang perlu.
d. Membuat catatan
perkembangan pribadi anak sehari-hari.
Gambar 3.1. Sikap Preventif Orang Tua (Memberikan Kasih
Sayang)
Gambar 3.2. Sikap Refresif Orang Tua (Meminta Psikolog
Untuk Mengawasi Perkembangan Anak)
3.2. Peran Anak
Seorang anak yang selalu hidup terisolir dalam konflik
kedua orangtuanya, sangat berpontensi melakukan hal-hal negatif dan diluar
batas. Profesor Kelly Musick, sekaligus penulis buku “Are Both Parents Always Better than One? Parental Conflict and Young
Adult Well-Being”, mengungkap bahwa seorang anak yang terlahir dan besar
dalam keluarga penuh konflik, cenderung menjadi bodoh secara akademis, dan tak
sedikit juga yang akhirnya putus sekolah.
Tidaklah
semua yang terjadi itu merupakan hal buruk meskipun itu sesuatu yang berdampak
negatif ke kita. Kita harus mencoba menerima keadaan dan berusaha tegar. Hal
ini akan membantu kita mengatasi masalah tersebut.
1. Berpikir positif
Gambar 3.3. Berpikir Positif
Peristiwa
yang kita alami kita lihat dari sisi positifnya. Karena di balik semua masalah
pasti ada hikmah yang dapat kita petik. Jadikan itu semua sebagai proses
pembelajaran bagi kita sebagai remaja menuju tahap kedewasaan. Jauhkan segala
pikiran buruk yang bisa menjerumuskan kita ke jurang kehancuran, seperti
memakai narkoba, minum-minuman keras, malah sampai mencoba untuk bunuh diri.
2.
Jangan terjebak
dengan situasi dan kondisi
Gambar 3.4. Anak Dalam Keterpurukan
Yang
jelas, kita tidak boleh terjebak dengan situasi dan menghakimi orangtua atau
diri sendiri atas apa yang terjadi serta marah dengan keadaan ini. Alangkah
baiknya apabila kita bisa memulai untuk menerima itu semua dan mencoba menjadi
lebih baik. Keterpurukan bukanlah jalan keluar. Sebaiknya sih kita bisa tegar
dan mencoba bangkit untuk menghadapi cobaan ini. Tetap berusaha itu kuncinya.
3.
Mencoba hal-hal
baru
Gambar 3.5. Mencoba Hal Baru (Hiking)
Tidak
ada salahnya kita mencoba sesuatu yang baru, asal bersifat positif dan dapat
membentuk karakter positif di dalam diri kita. Contohnya, mencoba hobi baru,
seperti olahraga ekstrem (hiking, rafting, skating atau olahraga alam) yang
dapat membuat kita bisa lebih fresh (segar) dan melupakan hal-hal yang buruk.
4.
Cari tempat untuk
berbagi
Gambar 3.6. Berbagi Cerita Dengan Sahabat
Kita
tidak sendirian, karena manusia adalah makhluk sosial yang hidup berdampingan
dengan orang lain. Mencari tempat yang tepat untuk berbagi adalah solusi yang
cukup baik buat kita, contohnya teman, sahabat, pacar, atau mungkin juga
saudara. Ya… usahakan tempat kita berbagi itu adalah orang yang dapat dipercaya
dan kita bisa enjoy berkeluh kesah dengan dia.
Beberapa hal di
atas dapat dijadikan acuan untuk kita karena sebenarnya semua permasalahan itu
ada solusinya.
5.
Tidak perlu panik
Gambar 3.7. Jangan Panik
Kita
tidak bisa mengelak apabila itu terjadi pada keluarga kita walaupun kita tidak
menginginkannya. Tidak perlu panik ataupun sampai depresi menghadapinya.
Walaupun berat, kita juga harus bisa menerimanya dengan bijak. Karena siapa sih
yang mau hidup di tengah keluarga yang broken home? Pasti semua anak tidak akan
mau mengalaminya.
BAB IV
PENUTUP
4.1. Kesimpulan
Broken home bukanlah akhir dari
segalanya bagi kehidupan kita. Jalan kita masih panjang untuk menjalani hidup
kita sendiri. Pergunakanlah situasi ini sebagai sarana dan media pembelajaran
guna menuju kedewasaan. Ingat, kita tidak sendiri dan bukanlah orang yang
gagal. Kita masih bisa berbuat banyak serta melakukan hal positif. Menjadi
manusia yang lebih baik belum tentu kita dapatkan apabila ini semua tidak
terjadi. Mungkin saja ini merupakan sebuah jalan baru menuju pematangan sikap
dan pola berpikir kita.
4.2. Saran
1. Sering-seringlah
berdoa. Jangan sampai meninggalkan Tuhan. Milikilah landasan agama yang kuat.
2. Sibukkan diri
dengan kegiatan-kegiatan yang positif. Lakukan hobi yang disenangi.
3. Harus puya
obsesi untuk meraih suatu prestasi sebaik-baiknya. Maka akan tercipta energi
positif dalam diri Anda.
4. Jangan menatap
masa lalu, berorientasilah ke masa depan. Masalah perceraian bukan milik Anda,
melainkan milik orang tuan Anda.
5. Tetap
berhubungan baik dengan kedua orang tua, meskipun mereka telah berpisah. Harus
tetap menghomati keduanya dengan segala kondisi yang ada, sekalipun mereka
telah gagal dam menjalankan sebuah rumah tangga.
6. Harus pandai dan
selektif memilih teman atau lingkungan pergaulan. Jangan terjebak pada hal-hal
yang memperburuk kondisi Anda sebagai seorang anak broken home.
7. Pintar-pintarlah
menganalisa situasi yang ada, jaga jangan sampai jatuh. Sebaliknya segera
bangkit dari keterpurukan. Yakinlah selalu bahwa Anda memiliki masa depan yang
cerah.