Rabu, 06 April 2011

APA TANGGUNG JAWAB NEGARA KEPADA RAKYATNYA ???

KEWAJIBAN DAN TANGGUNG JAWAB PEMERINTAH

Pasal 72

Kewajiban dan tanggung jawab pemerintah sebagaiman diatur pasal 71, meliputi langkah implementasi yang efektif dalam bidang hukum, politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan, keamanan negara, dan bidang lain.

Dalam deretan pasal-pasal beserta ayat-ayatnya UUD 1945 secara jelas mencantumkan hak serta kewajiban negara atas rakyatnya yang secara jelas juga harus dipenuhi melalaui tangan-tangan trias politica ala Monteqeiu. Melalui tangan Legeslatif suara rakyat tersampaikan, melalui tangan eksekutif kewajiban negara, hak rakyat, dipenuhi, dan di tangan yudikatif aturan-aturan pelaksanaan hak dan kewajiban di jelaskan. Idealnya begitu, tapi apa daya sampai sekarang boleh di hitung dengan sebelah tangan sedah berapa jauh negara menjalankan kewajibannya. Boleh dihitung juga berapa banyak negara menuntut haknya. Bukan hal yang aneh ketika sebagian rakyat menuntut kembali haknya yang selama ini telah di berikan kepada negara sebagai jaminan negara akan menjaga serta menjalankan kewajibannya. Negara sebagai sebuah entitas dimana meliputi sebuah kawasan yang diakui (kedaulatan), mempunyai pemerintahan, serta mempunyai rakyat. Rakyat kemudian memberikan sebagian hak-nya kepada negara sebagi ganti negara akan melindunginya dari setiap mara bahaya. serta berkewajiban untuk mengatur rakyatnya. Hak-hak rakyat tadi adalah kewajiban bagi sebuah negara. Hak untuk hidup, hak untuk mendapatkan kerja serta hak-hak untuk mendapatkan pelayanan umu seperti kesehatan, rumah,dan tentunya hak untuk mendapatkan pendidikan. Semuanya itu harus mampu dipenuhi oleh negara, karena itulah tanggung jawab negara., kalau hal itu tak bisa dipenuhi oleh sebuah negara maka tidak bisa disebut sebuah negara. Sewaktu perang dunia ke II Rosevelt pernah berkata ?jangan tanya apa yang diberikan negara kepadamu tapi tanyalah apa yang kamu bisa berikan kepada negara?. Namun keadaan sudah berganti sekarang saatnya rakyat menayakan apa yang telah diberikan negara selama ini. Indonesia sebagai sebuah negara tentunya menjamin akan kelangsungan hidup rakyatnya, melalu berbagai perangkat hukum UUD, UU, PP, Perpu, Pepres, serta Perda sekilas tampak menjamin itu semua. Anehnya semua itu jikalau di tilik lebih jauh saling bertentangan. Antara satu peraturan dengan aturan yang lain, antara satu pasal dengan pasal lainnya. Dalam UU No 7 tahun 2004 tentang Sumber Daya Air misalnya, di bagian menimbang sudah di jelaskan atas nama demokrasi, desentralisasi dan keterbukaan maka pengolahan sumber daya air, masyarkat dapat berperan penuh. Artinya secara tidak langsung sekelompok masyarakat atau satu orang, bisa kemudian memiliki sumber daya air dan menggunakannya untuk kepentingannya sendiri. Padahal di pasal 33 UUD 1945 disebutkan bahwa segala macam sumber daya yang menyangkut kepentingan hajat hidup orang banyak (air, udara, maupu sumber udara alam lainnya) dikuasai oleh negara dan digunakan untuk kepentingan umum. Dapat dibayangkan jika nanti kita akan membeli air yang mengalir di sampin rumah kita, atau bahkan tidak boleh menampung air hujan karena itu adalah hasil penguapan sebuah danau yang telah dimiliki sekelompok atau satu orang saja. Contoh lain adalah UU No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) adalah salah satunya. Dari undang-undang tersebut bagaiman pemerintah lari dari tanggung jawab akan pendanaan dunia pendidikan, malah kemudian melemparkannya pada masyarakat, sampai pada Rancangan Undang-Undang (BHP) sebagai konsekuensi dari pasal 53 ayat (1) UU No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) akan segera diajukan ke DPR. Naskah tersebut kini berada di Sekretariat Negara dan proses pengajuannya ke DPR tinggal menunggu amanat dari Presiden. DPR sudah memasukkan RUU BHP ini menjadi prioritas dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2007, sehingga ditargetkan 2007 selesai (Media Indonesia, 27/01/07). RUU ini mengatur badan hukum pendidikan dari tingkat dasar hingga perguruan tinggi. Jika di amati, RUU tersebut mengarah pada upaya liberalisasi dan kapitalisasi pendidikan nasional. Karena RUU ini adalah semacam juklak juknis bagaimana nantinya proses liberalisasi pendidikan dilaksanakan. Mengembalikan Tanggung Jawab Negara. Jikalau dilihat dari sisi lain keinginan rakyat yang begitu besar akan hak-haknya tak sejalan dengan apa yang menurut pemerintah paling baik untuk segera dilakukan demi kepentingan rakyat. Perbedaan visi dan cara pandang ini tentunya akan terus berkelanjutan entah sampai kapan. Sebagai contoh Sutiyoso Gubernur DKI Jakarta melihat pembangunan Busway merupakan sebagai solusi dari masalah kemacetan, sementara kepentingan rakyat bukan ada atau tidaknya busway tapi bagaimana bisa memenuhi kebutuhan sehari-hari, atau pelaksanaan Pepres 36 tentang pengadaan tanah untuk kepentingan umum jelas bertentangan dengan apa yang diinginkan rakyat yaitu tanah sebagai modal produksi yang tak akan habis dimakan zaman. Akibatnya para pedagang kaki kaki lima tak bisa lagi berjualan di sembarang tempat walaupun di atas tanah yang selama ini telah mereka bayar kepada negara. mereka pasti akan di jaring. Begitu juga dengan konsep city without slump, dimana seorang warga negara tidak boleh lagi hidup di kota dimana ia dilahirkan jikalau tidak mempunyai uang cukup untuk membangun rumah, untuk bayar pajak, tidak mendapat pekerjaan yang ?layak?. Terusi dari tanahnya sendiri, dari lingkungannya, atau dengan bahasa kerennya ter-majinalkan, di-marjinalkan oleh negaranya sendiri. Kewajiban yang dijalankan rakyat (membayar pajak, menaati aturan yang ditetapkan, maupun seperangkat kewajiban lainnya) harus dikembalikan oleh negara dalam bentuk tanggung jawab atau jaminan akan kelangsungan hidup rakyatnya. Dan hal itu tentunya bukan pekerjaan gampang, perlu kemauan, keinginan serta tekad yang bulat dari pemegang kekuasaan yang menjalankan negara. Mengembalikan tanggung jawab negara pada porsi serta posisi yang benar adalah keinginan seluruh rakyat republik ini. Negara yang bertanggung jawab adalah negara yang besar, yang akan memimpin peradaban umat manusia di muka bumi ini, serta niscaya akan memakmurkan rakyatnya. Kita punya mimpi bersama untuk menjadi bangsa yang besar, kita juga bermimpi untuk menjadi bangsa yang terpandang, disegani oleh negara-negara lain, namun jika negera tidak mau bertanggung jawab akan rakyatnya, melepas tanggung jawabnya, maka semua itu niscaya akan menjadi mimpi belaka.
Dalam pandangan Islam, kebutuhan pokok ada dua: (1) kebutuhan pokok individual berupa pangan, sandang, dan papan; (2) kebutuhan pokok kolektif berupa pelayanan kesehatan, pendidikan, dan keamanan. Islam mewajibkan Pemerintah untuk menjamin tercapainya semua pemenuhan kebutuhan pokok tersebut bagi setiap warga negara (Muslim dan non-Muslim) secara menyeluruh. Dalam hal kebutuhan pokok individual (pangan, sandang, papan), Islam memang telah mewajibkan setiap individu yang mampu bekerja untuk memenuhinya, untuk dirinya sendiri maupun orang-orang yang menjadi tanggungannya (Lihat: QS al-Baqarah [2]: 33). Namun, ketika seseorang tidak mendapati pekerjaan yang memungkinkan dirinya memperoleh penghasilan, sementara ia punya kemampuan untuk bekerja, maka kewajiban Pemerintahlah untuk menciptakan lapangan kerja yang layak bagi setiap individu rakyatnya. Rasulullah saw. bersabda:

«اَلإِمَامُ رَاعٍ وَهُوَ مَسْؤُوْلٌ عَنْ رَعِيَتِهِ»
Imam (penguasa) adalah pengurus rakyat; ia akan dimintai pertanggungjawaban atas rakyat yang diurusnya. (HR Muslim).

Adapun dalam hal kebutuhan pokok kolektif (pelayanan kesehatan, pendidikan, dan keamanan), semua itu menjadi tanggung jawab negara, bukan tanggung jawab setiap individu rakyat. Karena itu, tidak selayaknya Pemerintah membebankan pemenuhan kebutuhan pokok terhadap pelayanan kesehatan, pendidikan, dan keamanan kepada rakyat; baik pengusaha maupun buruh. Pengusaha tidak selayaknya dibebani dengan kewajiban untuk menyediakan jaminan pelayanan kesehatan, pendidikan, dan keamanan-meskipun ia boleh melakukannya jika mau, apalagi jika itu telah menjadi bagian dari akadnya dengan buruh. Yang terjadi saat ini, pengusaha justru sering dibebani oleh beban-beban seperti di atas yang seharusnya menjadi tanggung jawab Pemerintah. Demikian pula rakyat, termasuk buruh; mereka juga tidak seharusnya dibebani dengan kewajiban untuk menyediakan jaminan pelayanan kesehatan, pendidikan, dan keamanan bagi diri mereka. Namun, yang terjadi saat ini, rakyat, termasuk buruh, dipaksa untuk menanggung sendiri biaya pelayanan kesehatan, pendidikan, dan bahkan keamanan. Akibatnya, gaji yang diterima buruh kadang-kadang lebih dari sepertiganya habis untuk memenuhi kebutuhan pelayanan kesehatan, pendidikan, dan bahkan keamanan; yang notabene seharusnya menjadi tanggung jawab Pemerintah.
Syariat Islam telah mengharamkan pemberian hak khusus kepada orang atau kelompok orang (swasta), apalagi swasta asing, dalam pengelolaan minyak dan barang tambang tersebut. Sayangnya, inilah yang justru terjadi. Banyak kekayaan alam (hasil hutan, minyak bumi, barang tambang, dll)-yang sejatinya milik rakyat itu-diserahkan begitu saja kepada pihak swasta bahkan swasta asing, atas nama swastanisasi dan privatisasi. Jutaan ton emas dan tembaga di bumi Papua, misalnya, diserahkan kepada PT Freeport, sedangkan miliaran barel minyak di Blok Cepu diserahkan kepada Exxon Mobil. Padahal sudah banyak bukti, swastanisasi dan privatisasi kekayaan alam milik rakyat tersebut hasilnya lebih banyak dinikmati oleh mereka ketimbang masuk ke kantong Pemerintah atau dirasakan manfaatnya oleh rakyat. Banyak penelitian mengungkapkan, ratus triliun dana dari hasil kekayaan alam milik rakyat itu-dari jutaan hektar hutan di Kalimantan, Sumatera, dan Papua, dll; jutaan ton emas di Papua, Sulawesi, dll; miliaran barel minyak bumi di Blok Cepu, dll; serta hasil-hasil alam lainnya-berpindah begitu saja setiap tahunnya kepada pihak swasta dan asing.





http://www.berpolitik.com/static/myposting/2007/11/myposting_240.html
http://www.asiatour.com/lawarchives/indonesia/
http://corpusalienum.multiply.com/journal/item/503

0 komentar:

Posting Komentar

 
Design by Wordpress Theme | Bloggerized by Free Blogger Templates | coupon codes